Kenyataan membuktikan semakin banyak
jumlah kaum akademik yang tidak mendapatkan pekerjaan sesuai dengan
disiplin ilmu atau gelarnya. Artinya ia menjalani pekerjaan yang
semestinya tidak harus dilakukan setelah ia menyandang gelar akademik
kebanggaannya. Ambillah contoh jika seorang sarjana pendidikan harus
menjadi pedagang es keliling atau seorang sarjana hukum ‘mencari’ makan
dengan menjadi pedagang beras kaki lima. Atau sarjana ekonomi menjadi
seorang sopir taksi atau sarjana komputer menjadi pedagang kue.
Tidak terdapat bentuk pelanggaran
undang-undang apapun jika SPd menjadi penjual es keliling, jika SH
menjadi penjual beras kaki lima, atau SE menjadi sopir taksi, atau S.Kom menjadi pedagang kue. Mengapa?
Banyak alasan yang mendukungnya, antara lain: 1) mencari pekerjaan sama
sulitnya dengan menahan godaan untuk mendapatkan tiket surga; 2)
hukumnya halal secara juridis; 3) kebutuhan harian sesaat (short term survival)
yang tidak bisa ditunda; 4) pandangan lingkungan yang miring jika
sarjana nongkrong di rumah. Dan masih banyak lagi alasan lainnya.
Menjalani pekerjaan yang tidak sesuai
dengan disiplin akademik memang sudah menjadi bentuk pemakluman bersama.
Persoalan akan muncul ketika pekerjaan tersebut hanya bisa memenuhi
sebagian kecil dari motivasi bekerja, misalnya uang saja atau hanya
bebas dari asumsi lingkungan yang tidak-tidak. Di sisi lain, menjadi
pengalaman kesyukuran hidup ketika ketidakcocokan tersebut membawa anda
ke dalam keadaan yang sesungguhnya menjadi kemujuran tak disengaja.
Sudah menerima gaji tinggi, simbol status sosial membanggakan, kemudian
seluruh potensi mendapat tempat pemberdayaan secara optimal, meskipun
pekerjaan itu tidak sesuai dengan latar belakang akademik anda.
Permasalahan timbul ketika individu yang
melakoni pekerjaan yang tidak sesuai latar belakang akademiknya dengan
motif keterpaksaan semata dalam upaya menghindar tekanan eksternal.
Keterpaksaan inilah letak kesalahan yang sebenarnya, bukan bidang atau job title tertentu.
Mengapa? Ketika motivasinya hanya terpaksa maka hidup tidak lagi berupa
pilihan-pilihan untuk belajar berkembang melainkan kepastian dan
kepasrahan. Padahal kepastian dan kepasrahan itu tidak memberinya banyak
arti baik material dan non-material. Akan sangat berbeda jika pilihan
diarahkan untuk belajar, berubah, dan berkembang.
Definisi Belajar
Salah satu iklan produk terkenal yang
anda lihat kira-kira berbunyi, “Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa
itu pilihan”. Anda pasti sudah memahami maksud tersiratnya. Tanpa harus
anda ciptakan, masa tua akan tiba, tetapi untuk menjadi dewasa anda
harus menciptakannya. Bagimana anda menciptakannya? Tidak lain hanyalah
belajar dengan basis kehidupan menjadi dewasa. Artinya kehidupan ini
harus dijadikan materi untuk belajar dari titik keterbatasan tertentu
menuju titik kemampuan berikutnya.
Belajar bagi orang dewasa adalah mencari
untuk menemukan sesuatu tentang hidup tidak sebagaimana anak-anak yang
hanya menerima dan terkadang masih jauh dari isu-isu kehidupan riilnya.
Sejumlah definisi atau konsep yang dikemukakan para ahli tentang
definisi belajar bagi orang dewasa bisa anda jadikan rujukan, antara
lain:
Reg Revans (Penggagas Action Learning)
Reg Revans (Penggagas Action Learning)
Belajar bagi orang dewasa, menurut
Reg Revans (1998) adalah proses menanyakan sesuatu bermula dari
pengalaman ketidaktahuan tentang apa yang akan dilakukan karena jawaban
yang ditemukan saat itu tidak lagi valid untuk mengatasi situasi yang
sedang terjadi. Dengan kata lain, “Learning is experiencing by exploration and discovery”.
Bob Sadino
Bob Sadino
Dalam banyak wawancara yang dikutip
oleh sejumlah media cetak, Bob Sadino, seorang pakar di bidang
agrobisnis, seringkali melontarkan kata-kata pendek tetapi membutuhkan
penjelasan yang tidak cukup dibeberkan dalam satu sessi seminar.
Kata-kata itu tidak lain adalah: Cukup lakukan saja! Pernyataan
tersebut mengandung makna yang dalam dimana belajar merupakan bentuk
transformasi visi ke suatu tindakan lalu berakhir dengan achievement.
Charles Handy
Charles Handy
Dalam bukunya Inside Organization
(1999), Charles Handy mengemukakan bahwa siklus belajar orang dewasa
diawali dengan mempertanyakan sesuatu dengan kuriositas tinggi;
menemukan jawaban-jawaban teoritis; melakukan testing di lapangan; dan
terakhir refleksi – sebuah pemahaman mengenai sesuatu yang bekerja dan
yang mandul di dalam diri. Thomas Edison, seorang penemu, adalah
contoh paling reliable sepanjang zaman. Dikisahkan bahwa secara
pendidikan formal akademik, Edison tergolong siswa yang tidak hebat
tetapi ia lebih banyak menggunakan waktunya untuk mengunjungi
perpustakaan publik karena Edison menemukan sesuatu yang lebih bekerja
terhadap hidupnya yang ia tidak dapatkan di bangku sekolah.
Dengan proses belajar di perpustakaan
tersebut Edison menemukan pelajaran tentang relaksasi mental. Meski
tidak seorang guru pun yang memahamkannya, tetapi naluri Edison tahu
bahwa relaksasi mental lah yang membantunya menciptakan temuan-temuan
yang tercatat lebih dari 1000 hak paten hingga ia wafat tahun 1931.
Alvin Toffler
Alvin Toffler
Penulis buku terkenal ini
mendifinisikan belajar sebagai proses mempersiapkan cara atau strategi
menghadapi situasi baru. Perangkatnya meliputi pemahaman, aplikasi dari
metodologi baru, keahlian, sikap dan nilai.
Dari definis-definisi diatas dapatlah
diambil kesimpulan bahwa belajar bagi orang dewasa ternyata memiliki
berbagai dimensi. Oleh karena itu menjadikan pendidikan (education) sebagai representasi tunggal dari proses belajar tidak jarang meninggalkan warisan mindset
yang kurang menguntungkan terutama bagi pihak atau individu yang
berkemampuan rata-rata atau minus. Lembaga sekolah, selain menciptakan
birokrasi formal yang memberikan stigma bahwa sekolah adalah escalator
tunggal yang mahal harganya, juga menunjukkan ketertinggalannya
dengan kemajuan yang dicapai oleh dunia luar. Akibatnya timbul gap
antara pendidikan dengan tuntutan atau kebutuhan yang ada di
masyarakat. Hal inilah yang akhirnya menjadi dasar mengapa pengangguran
tidak bisa dihindari lagi. Pendidikan belum sepenuhnya menjadi media
yang mampu menterjemahkan makna belajar. Hal ini karena makna belajar
yang sesungguhnya adalah melakukan sesuatu, kemudian membebaskan diri
dari situasi atau tekanan yang diakibatkan ketidaktahuan. Cara terbaik
untuk mempelajari sesuatu adalah dengan melakukannya, seperti yang
ditulis oleh Rex dan Carolyin Sikes: “We learn about a city from
being there, not from a map or guide book. We learned to walk and talk
without reading instructions or following recipes. Learning is doing
something, then getting rid of the unwanted parasitic movements”.
Aplikasi Belajar
Merujuk pada sekian pandangan
tentang belajar bagi orang dewasa, maka yang perlu anda lakukan adalah
menjadikannya sebagai konsep hidup personal yang implementatif
berdasarkan situasi dan kondisi yang anda hadapi. Konsep tersebut harus
diformulasikan ke dalam pemahaman khusus yang anda rasakan bekerja
mengubah hidup dan situasi, seperti yang dialami Edison. Guru anda
adalah situasi konkrit yang anda alami dengan materinya berupa
tantangan. Inilah makna esensial dari petuah yang sering anda dengar
bahwa mencari ilmu itu hukumnya wajib. Ilmu yang tidak memiliki
relevansi dengan situasi hidup anda oleh karena itu menjadi tidak wajib.
Bagaimana anda mendapatkannya? Ikutilah formulasi berikut:
Sadari keadaan anda saat ini
Terimalah keadaan atau situasi hidup
apapun saat ini dengan penuh kesadaran karena kesadaran itu akan
menjadi syarat mutlak untuk menaklukkan segala tantangan yang
menghadang. Jika anda menerimanya dengan kepasrahan atau penolakan maka
selamanya keadaan atau situasi yang tidak menyenangkan tidak bakal
meninggalkan anda. Bahkan lambat laun menciptakan lilitan yang lebih
tinggi dari kapasitas anda. Tanpa kesadaran untuk berubah, maka
perubahan situasi atau kondisi eksternal hanya memberi anda perubahan
dalam waktu singkat dan sisanya anda kembali lagi ke format lama.
Bahkan ketika anda naik jabatan mendadak, jabatan tersebut hanya anda
rasakan kenikmatannya sebentar lalu anda lupa rasanya.
Pahami proses
Salah satu pertanda inti dari orang
dewasa adalah pemahamannya terhadap bagaimana dunia konkritnya bekerja.
Dengan memahami bagaimana sesuatu bekerja menurut hukum alamnya, maka
akan membuat anda menjadi bijak menjalani hidup. Tidak lagi berpikir
dengan mood atau menerjang kaidah-kaidah hidup yang benar. Di
samping itu, pemahaman tersebut akan menyalurkan energi positif ketika
proses sedang anda jalani. Di sinilah yang membedakan apakah anda
merasakan tantangan sebagai proses untuk dinikmati atau proses yang anda
rasakan dengan kepedihan.
Kemana anda akan melangkah
Setiap pekerjaan yang anda lakukan,
setiap bidang yang anda geluti, setiap profesi yang anda sandang
sebenarnya sudah diciptakan tangga kastanya di dalam. Termasuk seperti
yang di alami kawan sopir taksi di atas. Ia boleh menjadi sopir ,
pedagang beras kaki lima, penjual es keliling selamanya meskipun tetap
terbuka lebar peluang untuk menjadi manajer atau direktur bahkan
pemegang saham di suatu perusahaan. Tangga kasta itulah yang menjadi
simbol status anda. Dengan aplikasi prinsip belajar, maka hidup adalah
realisasi gagasan, bukan lagi intimidasi orang atau keadaan. Tetaplah
berjuang untuk hidup dengan imajinasi anda bukan hidup di dalam sejarah
masa lalu atau jebakan realitas sementara.
Dengan memahami makna belajar diharapkan
anda dapat menjalani hidup anda dengan penuh sukacita dan tidak
didasarkan atas unsur keterpaksaan dan kepasrahan. Terlepas apapun
profesi yang anda geluti, baik yang sesuai dengan latar belakang
akademik maupun tidak, kesuksesan anda akan sangat tergantung pada
bagaimana anda memahami hal tersebut sebagai suatu proses belajar.
Semoga berguna.Sumber : http://www.duniapelajar.com/2011/01/28/kalau-tidak-ada-aku/